Senin, 07 Oktober 2013

Tsundere

Kalau kalian pikir mendapatkan cinta seorang tsundere itu semudah membalikkan meja makan, maka kalian harus pikir ulang. 
Biar kata pada akhirnya gue, Gilang Handika, resmi diangkat sebagai wakil asisten Kepala Sekolah, Yang Mulia Ikki, properti gue, masih jadi sumber penderitaan kepala gue. Dan sales fashion wanna be itu masih setia nawarin produknya ke gue. 
Jadi, kalau kalian pikir mendapatkan cinta seorang tsundere itu cukup dengan menyerahkan sekotak coklat bentuk hati, maka kalian harus lihat gimana jatuh tengkurapnya gue mengejar Yang Mulia Ikki.
TSUNDERE
Kalian tahu Akatsuki? Itu lho, grup teroris di serial anime Naruto? Doain gue, minggu depan gue ikut audisi penyaringan anggota baru. Dan jauhin Yang Mulia Ikki kalau kalian gak mau lihat sepatu membombardir dari udara.
xxx
Dulu, kalau Gilang tidak mau menambahkan sampai lima menit yang lalu, Gilang masih suka pada wanita-wanita berbadan ideal yang minim pakaian menyapanya genit sambil meraba-raba tubuhnya, sebelum rabaan itu terganti ciuman sepatu Adidas putih di pipinya dan sapaan genit digantikan jeritan dramatis wanita-wanita seksi itu.
Sungguh, baru pertama ini Gilang merasakan fatamorgana, dunia jungkir balik, shock therapy, atau apapun itu, sosok wanita cantik tiba-tiba berubah menjadi pemuda yang mengayunkan sepatu di depan wajahnya.
“Kenapa? Belum pernah ditampar sepatuku?” oke, yang tadi itu sepatunya.
“Aku ketua seksi keamanan sekolah!” ucapnya garang. Matanya memicing pada Gilang yang masih syok, “Tak ada toleransi untuk siswa yang datang terlambat! Dan …” lalu beralih pada tiga siswi yang agak menjauh dari tempatnya, “Tidak ada toleransi untuk pakaian ketat dan rok mini! Ganti sekarang atau kalian akan berkeliling sekolah ini dengan memakai karung!”
Tiga siswi itu mengangguk cepat kemudian berlari entah kemana, sementara Gilang yang speechless itu hanya bisa melongo menatap kepergian sang pemuda yang berjalan agak pincang- akibat sepatu kiri di kaki sementara sepatu kanan dipegang erat di tangan.
Wanita, sepatu, pemuda, sentakan, ketua seksi keamanan sekolah, dan kini setelah lima menit berlalu Gilang baru bisa mencerna apa yang kelak akan terjadi. Sepertinya pindah ke sekolah ini bukanlah ide yang bagus.
Tapi anak yang tadi itu manis juga, ngomong-ngomong.
xxx
“Kemari kau, tikus payah!”
Kurang dari empat jam, di hari yang sama, Gilang tahu beberapa hal abnormal di sekolah ini. Mulai dari peternakan kelinci yang over-exposed alias tak tahu tempat karena berada di tengah taman sekolah, kantin bernuansa militer, toko yang sedia macam-macam souvenir juga keperluan kucing yang awesome-nya nemplok di sebelah kantin dan seorang guru sejarah yang kelewat megah- kondenya.
Juga tak terlupakan ketua seksi keamanan sekolah yang kini tengah mengejar tikus. Dalam konotasi positif, sambil mengacungkan raket tenis.
“Tikus pencuri!”
Kalau dulu Gilang menyukai tipe dada besar, kali ini dada rata sepertinya tidak masalah. Laki-laki yang tingginya hanya mencapai dagu Gilang itu sangat menarik. Hanya saja sifatnya agak …
“Pergi kau ke neraka tikus jelek!”
… sadis. Hal pertama yang harus diingat baik-baik oleh Gilang. Walaupun begitu, tetap saja dia-
“Kau yang tadi pagi ‘kan! Kau menguntitku, ya? Stalker!”
-manis dan menggemaskan!
Buk!
Meskipun begitu sepatunya tetap menyakitkan jika hinggap di kepala. Sifat kedua yang harus dicatat: dia hobi melempar sepatu.
“Hai, aku Gilang. Kamu?” tersenyum kaku sambil mengulurkan tangan, Gilang berharap dapat sedikit reaksi dari pemuda yang hanya berdiam di depannya. Berancang-ancang melempar sepatunya di wajah Gilang.
“Melempar seseorang dengan sepatu sebelum tahu namanya itu tidak sopan lho. Setidaknya kau bisa menurunkan sepatumu dan membalas uluran tanganku,” Gilang bicara lebih pelan, sedikit membelakangi orang-orang yang kini menatapnya. Hell, dia lupa sedang berada di peternakan kelinci saat ini. Kurang dari satu menit dalam keadaan kaku, pemuda itu berbalik, memakai kembali sepatunya dan memugut raket tenis yang ia jatuhkan.
“Ikki,” ucapnya setengah hati. Mendelik pada Gilang seraya menyampirkan raket tenis di pundaknya, “Lagipula sepatuku bersih.”
Kemudian pemuda bernama Ikki itu meninggalkan Gilang yang dipandangi aneh oleh orang sekitarnya. Mereka jadi pusat perhatian, untuk keterangan.
“Padahal kalau sepatunya ditinggal, aku bisa memanggilnya Cinderella,” ujar GIlang menerawang.
Gilang tidak melihat raket tenis melayang ke arahnya.
xxx
            Jika gilang tidak kehilangan hitungannya, lemparan sepatu pagi ini bisa menjadi yang keduabelas kali, setelah yang terakhir di hari kemarin sukses membuatnya jatuh dari tangga dan pingsan 5 menit, oleh pelaku yang sama. Ikki, ketua keamanan sekolah yang manis (tapi sadis).
            “Sapaan selamat pagi, eh?” rutuknya. Ikki menatap sengit, sepatu di tangannya berayun ringan, siap melayang.
            “Terlambat. Detensi.”
            Gilang mendesah. Baru satu hari menginjakkan kaki di sekolah itu dan imagenya sudah jatuh telak karena pemuda ini. Well done, gagal usahanya menarik perhatian wanita cantik disana.
            “Kelas.”
            Catatan mental kedua yang hampir, HAMPIR digarisbawahi oleh Gilang tentang Ikki : irit bicara. Sebelum seorang siswa bergaya mewah datang menautkan lengannya di bahu Ikki.
            “Being quiet all of sudden, Ikki?” tanyanya dengan senyum (yang menurut Gilang) menyebalkan.
            “Off,” Ikki mendesis. Terlihat jelas Ikki iritasi dengan orang ini.
            “Bad mood, aren’t we? Tentu Polo dan Armani bisa menghiburmu. Mereka launching koleksi terbarunya hari ini.”
            Gaya glamor, sikap agresif, sok dekat, tangan bergerilya kesana kemari … err, apa yang ada di pinggang Ikki itu tangannya? … tipikal metroseksual.
            Tentu Gilang tak bisa berpura-pura tak melihat tangannya meraba-raba tubuh Ikki dan sudah sampai di sabuknya, entah kemana yang satu lagi. Tapi satu tangan itu sudah cukup membuatnya geli. Ikki adalah (calon) properti miliknya!
            “And sure Adidas will suit you.”
            “Off, jerk! Sure I’ve told ya about yer fuckin’ dirty mind on me unless ya didn’t have something called ears! Oh, forget about ears, sure plebeian like ya couldn’t get it because ya have too small fuckin’ brain and it was damaged! Now, let’s make this easy, peasant. Stay away or I’ll fuckin’ kill ya!”
            Detik berikutnya siswa itu tersungkur memegangi perutnya. Gilang yang sebenarnya sudah bersiap menyelamatkan Ikki hanya bisa membatu. Menatap kepergian propertinya sambil membuat dua catatan mental sekaligus : Ikki adalah orang yang talkactive dan kata-katanya menusuk.
xxx
            “Dia sedang makan wortel, Pak….”
            “Bukan urusan saya!”
            Sebenarnya, merengek untuk menolak pekerjaan sama sekali bukan kebiasaan Gilang.
            “Tapi itu wortel rebus!”
            “Apa hubungannya dengan saya?!”
            Dan menggerakkan tubuhnya seperti kelinci juga bukan cara Gilang mengalihkan perhatian.
            “Pak, alien pemakan tumbuhan jatu dari langit!”
            “Alien tidak makan tumbuhan!”
           Tanyakan saja pada objek-calon-properti-yang-tak-mau-ditemui Gilang saat ini di peternakan kelinci. Memakan wortel rebus.
           Pagi tadi, setelah Ikki mencak-mencak dan tidka menghiraukan Gilang, muncul tiga pria metroseksual lain yang menggoda Ikki. Terang saja Ikki langsung berteriak geram, melempar pot bunga, meneriakkan kata-kata berwarna bak bianglala dengan salam perpisahan, “Jangan mengganggu kalau kau masih mau kepalamu menempel di badanmu!”
            Begitulah bagaimana Ikki berakhir di peternakan kelinci, memakan wortel rebus sementara Gilang dan guru Ekonominya mengintip di balik tiang terdekat, membawa map polkadot.
            “Ayolah, Gilang! Masa depan dipertaruhkan di tanganmu!” rajuk sang guru Ekonomi.
            Sang pahlawan tengah berada dalam misi menyerahkan proposal pada Asisten Kepala Sekolah. Guru Ekonomi mendorong sang pahlawan dari balik tiang. Sang pahlawan mundur kembali karena takut aura menyeramkan Asisten Kepala Sekolah. Guru Ekonomi merengek, sang pahlawan menggeleng keras. Asisten Kepala Sekolah duduk tenang di peternakan kelinci namun menyebarkan aura membunuh.
            Ganti sang pahlawan dengan Gilang dan Asisten Kepala Sekolah dengan Ikki. Kalian akan tahu bagaimana dilemma seorang Gilang Handika.
            “Ayolaaaah!”
            “GRAAAH!”
            Berjalan bak Hulk putih abu kena diare, Gilang menghampiri Ikki, yang langsung menyebar aura paling menyeramkan saat menyadari kedatangan Gilang.
            Hell yeah! Gilang tak tahu darimana datangnya keberanian menatap Ikki sambil berencana mengatakan, “Aku tak mau tahu apapun! Tandatangani proposal ini lalu aku akan melamarmu di Istana Presiden!”
            Namun rencana hanyalah rencana. Aura menyeramkan dari Ikki membuat langkahnya konstan memelan dan berhenti tepat 1 meter di depan Ikki. Masih saling bertatap.
Tapi Gilang sempat mencatat apa yang dilakukan Ikki tadi. Untuk pertama kalinya taka da sepatu dan barang hanya-Ikki-tahu-apa melayang padanya setelah 30 detik Ikki menyadari kehadiran Gilang.
            Lebih parah lagi, ya itu, yang dilakukan Ikki tadi. Jika biasanya Ikki akan melewati segala jenis formalitas dan langsung mengamuk, kali ini Ikki memilih diam dan berbagi makanan dengan kelinci. Secara verbal, benar-benar berbagi makanan. Kalau saja Gilang tidak punya derajat coolsense yang tinggi, GIlang pasti sudah tergagap menunjuk Ikki dan kelinci secara bergantian. Langka atau dinamakan apalah itu. Begini cara Ikki berbagi makanan :
1.      Ikki mengigit wortelnya
2.      Wortel disodorkan pada kelinci
3.      Kelinci menggigit wortel
4.      Wortel diambil kembali oleh Ikki
5.      Kembali ke poin satu dan baca berulang-ulang

“Berhenti menatapku seakan aku ini kelinci!”
Berikutnya kalian tahu kenapa ada wortel melayang. Poin kelima : (mungkin) Ikki penyayang binatang.
xxx
           Meski ayahnya berkata Gilang jauh dari kata pintar untuk pelajaran matematika; karena sampai SMP Gilang kekeuh menyatakan satu dikali satu sama dengan dua, Gilang menjadi orang yang dimintai tolong oleh Guru matematika.
        Setelah acara penyerahan proposal berakhir dengan sertifikat tidak halal oleh BUMN, kubu pihak metroseksual melakukan cara lain agar Asisten Kepala Sekolah (yang entah kenapa harus Ikki) menyetujui penggantian peternakan kelinci menjadi Toserba-dan patut dipertanyakan kenapa harus Toserba-; mengutus Gilang untuk ‘bicara empat mata’ dengan Ikki.
         Dalam arti mengajari perhitungan untung rugi dari adanya Toserba ini kelak. Dan tenyata memang tidak semudah menanam kaktus di kebun singkong.
        “please, Ikki, itu sama sekali nonsense,” rajuk Gilang setengah bingung.
      “Terakhir kali aku periksa itu sangat masuk akal,” Ikki berkeras. Menyilang kedua tangan di dada, ia menolak memperhatikan kertas penuh angka di mejanya.
        Gilang mendesah tidak sabar. Pembicaran ini harus dihentikan sebelum uban muncul di kepalanya. Jadi dengan tekad yang setengah dipaksakan dan niat mencuri kesempatan setengah, Gilang meletakkan kedua tangannya di masing-masing pipi Ikki.
       “Here we are, pertama kalinya bicara tanpa kehadiran sepatu dari udara, berdiskusi layaknya kita sudah lama saling kenal, bertatap dan bersntuhan layaknya pasangan ideal bahagia selamanya, dan kamu mengacaukannya dengan mengatakan DUA DITAMBAH DUA HASILNYA DUA! ARE YOU KIDDING ME?!”
      Dari perspektif ini, Gilang bisa melihat ekspresi Ikki berubah sedikit menjurus pada wajah sedih dan kecewa. Hatinya bergelut sendiri antara menahan untuk tidak menyerang bibir Ikki dan yang lainnya mencari cara agar terlepas dari suasana melodrama ini. Ini terlalu telenovela! Oh, Fernando Hoose, selamatkan dia! Dia tak sanggup melihat ekpresi Ikki yang seperti ini!
      “Maaf…” Gilang kembali ke tempat duduknya. Sambil menunduk dalam, Ikki bertahan diam sampai lima menit berikutnya ia mengucapkan kalimat yang makin membingungkan Gilang.
        “Dua itu angsa. Angsa ditambah angsa hasilnya dua angsa.”
        Sampai Ikki beranjak lalu berhenti di depan pintu-
        “Angsa itu bentuknya seperti angka dua.”
        -Gilang masih bingung.
       “Ibuku yang bilang begitu, jadi kupikir sekarang pun itu paling masuk akal!”
       Pintu ditutup saat Gilang mengangguk pelan.
      Catatan mental baru yang harus dimark dengan stabilo biru, hiasan stiker pelangi, teddy bear dan glitter silver: Ikki masih polos.
xxx

0 komentar:

Posting Komentar